Batman Begins - Help Select

Kamis, 02 Januari 2014

PERMASALAHAN POKOK PENDIDIKAN

PERMASALAHAN POKOK PENDIDIKAN
A.    KUANTITAS
Yaitu masalah yang menyangkut banyak murid yang harus ditampung di dalam sistem pendidikan atau sekolah.
Masalah ini timbul karena calon murid yang tidak tertampung di suatu sekolah, karena terbatasnya daya tampung. Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Permasalahan ini mencuat terutama di SD pada tahun-tahun lampau. Tapi saat ini masalah itu sudah bisa diatasi. Sisa permasalahan ini ada pada anak-anak yang tinggal didaerah terpencil
B.    KUALITAS
Seiring perkembangan zaman yang sangat cepat dan modern membuat dunia pendidikan semakin penuh dengan dinamika, Di Indonesia sendiri dinamika itu tampak dari tidak henti-hentinya sejumlah masalah yang melingkupi dunia pendidikan. Permasalahan-permasalahn yang melingkupi dunia pendidikan kita saat ini menurut Suryati Sidharto (Dirto Hadisusanto, Suryati Sidharto, dan Dwi Siswoyo, 1995), problem yang dihadapi bangsa Indonesia mencakup lima pokok problem, yaitu: Pemerataan Pendidikan, Daya Tampung Pendidikan, Relevansi Pendidikan, Kualitas/Mutu Pendidikan, dan Efisiensi & Efektifitas Pendidikan (Memahami Pendidikan & Ilmu Pendidikan, Arif Rohman, Hal: 245)
Dalam kesempatan ini Penulis hanya akan membahas tentang masalah mutu pendidikan di Indonesia. Masalah mutu pendidikan ini tampaknya dari sejak kita merdeka hingga kini memasuki era millennium belum juga dapat terselesaikan dengan baik. Masalah mutu pendidikan di Indonesia memang sangat komplek dan rumit, ini tidak semudah membalikkan kedua telapak tangan kita. Menurut penulis sendiri mutu pendidikan merupakan cerminan dari mutu sebuah bangsa. Manakala mutu pendidikannya bagus, maka bagus pula kualitas peradaban bangsa tersebut. Untuk itu seyogyanya masalah mutu pendidikan harus menjadi perhatian serius Pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Tentu dalam pengimplementasian-nya upaya peningkatan mutu pendidikan menjadi tanggungjawab kita bersama, dan bukan hanya Pemerintah.
Menurut Achmad (1993), mutu pendidikan di sekolah dapat diartikan sebagai kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma/standar yang berlaku. Engkoswara (1986) melihat mutu/keberhasilan pendidikan dari tiga sisi; yaitu: prestasi, suasana, dan ekonomi. Dalam hubungan dengan mutu sekolah, Selamet (1998) berpendapat bahwa banyak masyarakat yang mengatakan sekolah itu bermutu atau unggul dengan hanya melihat fisik sekolah, dan banyaknya ekstrakurikuler yang ada di sekolah. Ada juga yang melihat banyaknya tamatan yang diterima di jenjang sekolah yang lebih tinggi, atau yang diterima di dunia usaha.
Di sisi lain Heyneman dan Loxley dalam Boediono & Abbas Ghozali (1999) menyimpulkan bahwa kualitas sekolah dan guru nampaknya sangat berpengaruh pada prestasi akademis di seluruh dunia; dan semakin miskin suatu negara, semakin kuat pengaruh tersebut. Menurut Penulis, mutu pendidikan merupakan tolok ukur keberhasilan sebuah proses pendidikan yang bisa dirasakan oleh masyarakat mulai dari input (masukan), proses pendidikan yang terjadi, hingga output (produk keluaran) dari sebuah proses pendidikan
C.    EFISIENSI
Masalah efisiensi pendidikan mempersoalkan bagaimana suatu sistem pendidikan mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan.
Beberapa masalah efisiensi pendidikan yang penting adalah :
a.Bagaimana tenega kependidikan difungsikan
b.Bagaimana sarana dan prasarana difungsikan
c.Bagaimana pendidikan difungsikan
d.Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga



Masalah ini meliputi pengangkatan, penempatan, dan pengembangan tenaga.
Masalah pengangkatan terletak pada kesenjangan antara stok tenaga yang tersedia dengan jatah pengangkatan yang terbatas.
Masalah penempatan guru, khususnya guru bidang penempatan studi, sering mengalami ke[incangan, tidak disesuaikan dengan kebutuhan dilapangan.Gejala tersebut membawa ketidakefektifan dalam memfungsikan tenaga guru.

Masalah pengembangan tenaga kependidikan di lapangan biasanya terlambat, khusus pada pad saat menyonsong hadirnya kurikulum baru.Proses pembekalan untuk dapat siap melaksanakan kurikulum baru memakan waktu. Akibatnya terjadi kesenjangan antara saat dicanangkan berlakunya kurikulum dengan saat mulai dilaksanakan.

D.    EFEKTIFITAS
Berbicara masalah efisiensi dan efektifitas pendidikan, jika kita kaitkan dengan kondisi pendidikan di Negara kita Indonesia, layak kita lemparkan sebuah pertanyaan, sudah efektifkah pendidikan di Indonesia? Dari pandangan pemakalah, jawabanya adalah relatif tergantung dari sudut pandang (main of view) mana, kita melihatnya.
    Jika kita melihatnya dari sudut pandang persekolah, maka secara khusus, pendidikan di Indonesia sudah dapat dikatakan efektif, hal ini bisa kita lihat sudah ada bebrapa lembaga pendidikan (sekolah) yang bisa dikatakan berkualitas, waaupun jumlahnya masih relative sedikit. Hal ini bisa kita amati dari hasil prestasi belajar siswa yang selalu meningkat setiap tahunnya.
    Akan tetapi, ketika kita melihatnya dari sudut pandang secara luas, pada umumnya pendidikan di Negara kita belum bisa dikatakan efektif dan juga efisien. Hal ini bisa kita amati dari kualitas pendidikan di Negara kita. Jika kita bandingkan dengan Negara-negara lain, kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat rendah. Hal ini dapat dibuktikan bahwa saat ini Indonesia menempati peringkat 69 dari 127 negara di dunia. Kita masih kalah dengan Negara-negara tetangga, seperti Malaysia dan brunei Darussalam.

E.    RELEVANSI
Relevansi pendidikan merupakan kesesuaian antara pendidikan dengan perkembangan di masyarakat.
Misalnya:    - Lembaga pendidikan tidak dapat mencetak lulusan yang siap pakai.
-Tidak adanya kesesuaian antara output (lulusan) pendidikan       dengan tuntutan perkembangan ekonomi.
Untuk mengatasinya:   
- Membuat kurikulum yang sesuai dengan perkembangan dunia usaha
- Mengganti kurikulum yang sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman.




F.    TENAGA PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

1)      Pendidik bukan berasal dari lulusan yang sesuai. Maksudnya terkadang terdapat tenaga pendidik yang mengajar tidak sesuai dengan jurusannya. Contoh, pendidik yang  merupakan lulusan metematika mengajar bahasa Indonesia. Hal ini secara tidak langsung akan menjadi masalah pendidikan di Indonesia.
Padahal dalam PP NO.19 tahun 2005 tentang standar pendidik dan tenaga kependidikan pasal 28 ayat 2, dijelaskan bahwa pendidik harus sesuai dengan ijazah dan sertivikat keahlian yang relevan dengan perundang-undangan yang berlaku.
2)      Pendidik kurang menguasai dari 4 kompetensi yang harus dimiliki oleh pendidik maupun tenaga kependidikan sehingga hal ini menyebabkan adanya masalah kualitas pendidik dan tenaga kependidikan yang kurang baik.
Dalam UU RI no.14 Tahun 2005 pasal 8 ayat dijelaskan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi yang salah satu diantaranya kompetensi , dan diperjelas dalam pasal 10 ayat 1 yang berbunyi “ kompetensi guru sebagai mana dalam pasal 8 meliputi kopetensi pedagogic, kepribadian, social dan professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. 
Selain itu juga dijelaskan dalam PP No.19 Tahun 2005 pasal 28 ayat 3 mengenai kometensi yang harus dimiliki oleh pendidik.
3)      Pendidik terkadang menjadikan mengajar hanya untuk menggugurkan kewajiban sebagai pendidik, sehingga dia mengajar secara tidak maksimal.
Hal ini tidak sesuai dengan PP No. 19 Tahun 2005 pasal 28 ayat 3 yang seharusnya pendidik memiliki kompetensi professional, yang mengharuskan pendidik wajib bertanggung jawab dengan tugas dan pembinaan terhadap peserta didik.
4)      pendidik belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan masyarakat. Fenomena itu ditandai dari rendahnya mutu lulusan, penyelesaian masalah pendidikan yang tidak tuntas, bahkan lebih berorintasi proyek. Akibatnya, seringkali hasil pendidikan mengecewakan masyarakat. Mereka terus mempertanyakan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dalam dinamika kehidupan ekonomi, politik , sosial, dan budaya.
5)      Pendidik mengajar tidak sesuai dengan silabus sehingga target dari tujuan pembelajaran tidak sepenuhnya tercapai. Hal ini tidak sesuai dengan kompetensi pedagogic yang harus dimiliki oleh guru sesuai dengan PP No.19 Tahun 2005 Pasal 28 (3) yang berbunyi “Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: Kompetensi pedagogic, Kompetensi kepribadian, Kompetensi professional dan Kompetensi sosial.
6)      Masih banyak pendidik yang belum memenuhi ketentuan sesuai dengan PP No. 19 tahun 2005 seperti pengajar di tingkat SD/MI minimal berijazah S1/ D4. Tapi dalam kenyataan di masyarakat masih terdapat pendidik yang belum berijazah D4 atau dengan kata lain  masih D3.
7)      Tenaga kependidikan biasanya masih berasal dari tenaga pendidik yang merangkap tugas menjadi tenaga kependidikan seperti guru merangkap menjadi tenaga administrasi atau tenaga perpustakaan.

4 komentar:

  1. Alhamdulillah sangat bermanfaat sekali...
    izin copas ya bang :)

    BalasHapus
  2. Maksh bg... blognya cakap, izin copas materi buat tugas ya bang

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. sblumnya mkasih blognya bagus,tapi saya mau tanya blog ini ada daftar pustakanya gak?

    BalasHapus

animasi

Komentar Terakhir